(di sadur dari bhumijawa.com)
Ki Ageng Selo adalah nama yang tidak asing di telinga masyarakat Jawa hingga saat ini. Ia identik dengan petir, setiap ada petir menyambar di langit, orang Jawa akan teringat sebuah nama Ki Ageng Selo. Berdasarkan mitologi Jawa, Ki Ageng Selo yang juga seorang petani, ketika akan turun hujan, ia masih berada di sawah. Sesaat kemudian muncul petir yang menyambar ke arahnya, petir itupun ditangkap lalu diserahkan kepada penguasa Demak.
Bentuk fisik petir yang ditangkap Ki Ageng Selo berupa setengah naga dan setengah buaya. Bentuk petir ini sampai sekarang dapat dilihat dalam bentuk relief yang dibuat dipintu masuk Masjid Agung Demak..
Menurut silsilahnya Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir, ia juga moyang dari pendiri kerajaan Mataram kedua yaitu Sutawijaya. Semasa hidupnya Ki Ageng Selo pernah melamar menjadi pasukan kerajaan Demak, tetapi tidak lulus. Karena ketika ia memukul banteng dalam ujiannya, darah banteng muncrat mengenai matanya dan dia memalingkan muka.
Iapun dianggap tidak tahan melihat darah, karena memalingkan muka, sehingga tidak diterima sebagai pasukan pengempur Kerajaan Demak. Malu karena tidak diterima sebagai pasukan, ia berniat membangun kerajaan sendiri. Kalaupun ia belum berhasil, maka anak keturunannya diharapkan bisa mendirikan kerajaan. Maksud untuk mendirikan kerajaan sendiri dapat diwujudkan oleh cicitnya, Sutawijaya yang bergelar Penambahan Senopati ing Ngalaga (Yang Dipertuan Panglima Perang).
Selama Ki Ageng Selo menyendiri di sebelah timur Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan, ia menulis ajaran untuk memberi pengaruh kepada rakyat. Filsafat hidup Ki Ageng Selo merupakan sintesa antara agama Hindu dan Islam. Mulai edisi ini redaksi akan menurunkan ajaran atau filsafat Ki Ageng Selo.
BAGIAN I
Filsafat tersebut ditulis dalam bentuk tembang, pada bagian I ajaran Ki ageng Selo ditulis dalam Pupuk Dandanggula.berisi 17 padha.
Padha 1.
Pepali-ku ajinen mberkati,
Tur selamet sarta kuwarasan,
Pepali iku mangkene :
Aja agawe angkuh,
aja landak lan aja jail,
Aja ati serakah,
Lan aja celimut,
Lan aja mburu aleman,
Aja landak, wong landak pa gelis mati,
Lan aja ati ngiwa.
Terjemahan bebasnya :
Pepaliku amalkanlah agar memberi berkah, juga memberikan keselamatan dan kesehatan, Pepali itu sebagai berikut : Jangan bersikap angkuh, jangan bengis dan jangan jail, jangan berhati serakah, dan jangan suka mengambil milik orang, jangan memburu pujian, jangan bengis, orang bengis itu akan cepat mati, dan jangan berhati selingkuh
Analisa :
Padha atau bait I dari pupuh Dandanggula dapat dijelaskan pepali berarti ajaran, petuah atau aturan. Jika orang mau menjalankan pepali Ki Ageng Selo mereka akan mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu hidupnya akan selamat dan mendapat kesehatan jasmani.
Ajaran agar tidak bersikap angkuh, bengis, jahil atau suka mencari perkara, tidak serakah dan tidak mengambil milik orang serta tidak memburu pujian merupakan sikap yang disenangi oleh Tuhan. Orang yang bersikap bengis akan berumur pendek, karena sifat bengis selalu didasari oleh sifat dendam.
Menurut Sidarta Budha Gautama, dendam itu seperti bara yang berada di dalam dada. Orang yang memiliki dendam sepertinya hendak melemparkan bara itu kepada musuh-musuhnya, tetapi bara itu tidak akan pernah mengenai musuhnya, justru akan berbalik menghantam dirinya sendiri. Dari hukum sebab akibat ini, maka Ki Ageng Selo menyatakan bahwa orang bengis akan berumur pendek..
Sedangkan pada kalimat terakhir disebutkan aja ati ngiwa, kata ngiwa dalam konteks pengertian Jawa adalah segala perbuatan yang tidak sepantasnya, atau tidak bolah diperlihatkan kepada kalayak. Maksud dari kata aja ati ngiwa atau jangan berhati kekiri adalah jangan berbuat selingkuh terhadap siapa saja.
Padha 2
Padha sira titirua kaki,1
Jalma patrap iku kasihana,
Iku arahen sawabe,
Ambrekati wong iku,
Nora kena sira wadani,
Tiniru iku kena,
Pambegane alus,
Yen angucap ngarah-arah,
Yen alungguh nora pegat ngati-ati,
Nora gelem gumampang.
Terjemahan bebasnya :
Kamu sekalian menirulah “kaki” (wahai manusia), manusia beretika itu cintailah, carilah sawabnya (tuahnya), memberi berkah orang itu, tidak boleh kamu mencelanya, lebih baik menirunya, pendiriannya halus, kalau mengucap berhati-hati, kalau duduk tiada putus-putusnya berhati-hati, tidak suka menyepelekan segala sesuatu.
Analisa :
Arti kata “kaki” dalam pepali Ki ageng Selo bukan dimaksudkan menunjuk anggota tubuh, tetapi kaki di sini artinya sebuah sebutan bagi manusia yang sudah memenuhi kewajiban atau dewasa. Sedangkan arti kata janma patrap adalah manusia yang beretika atau manusia yang dalam kesehariannya senantiasa bersikap santun, etis dan menghargai orang lain.
Sumber : Pepali Ki Ageng Selo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar