Sesuatu yang umum bila kita merasa penasaran akan asal-usul kita. Suku bangsa Jawa misalnya, bagaimanakah keadaan atau jati dirinya pada abad-abad yang telah lampau. Bahkan pada abad sebelum Masehi. Sudahkan suku bangsa Jawa itu eksis. Jika memang sudah eksis, sampai sejauh mana kira-kira wujud peradabannya. Sudahkah mereka mengenal teknologi yang mapan. Sudahkah mereka memiliki religi sendiri. Sudahkah mereka mengenal sistem huruf, alat komunikasi, dan sebagainya. Sungguh menarik tulisan Radhar Panca Dahana dalam kumpulan esai yang dibukukannya dengan judul Inikah Kita: Mozaik Manusia Indonesia, terbitan Resist Book, 2007, Yogyakarta yang menyatakan bahwa Ptolomeus (ilmuwan Mesir) pernah mencatat bahwa orang-orang Jawa sebelum tahun 1 SM telah mengadakan hubungan dengan Benua Hitam (Afrika). Di sebutkan dalam buku Ptolomeus yang berjudul Geography, bahwa bangsa Jawa pada abad itu telah melakukan tukar-menukar hasil bumi antara lain rempah-rempah, emas, dan perak dengan bangsa-bangsa Afrika. Mereka membawa hasil bumi itu di antaranya kemudian untuk ditukarkan dengan budak-budak Afrika. Dari sisi itu sebenarnya bangsa Jawa khususnya, atau bangsa Indonesia umumnya boleh merasa bangga bahwa ternyata pada waktu sebelum Masehi pun bangsa kita ini telah memiliki peradaban (maju). Jika tidak maju dan berperadaban tinggi tentu tidak mungkin mereka bisa melayari samudera luas untuk kemudian mendarat di Benua Afrika. Jika mereka tidak memiliki ilmu pengetahuan yang baik, tidak mungkin produk mereka bernilai jual tinggi di pasaran internasional waktu itu. Radhar Panca Dahana menyatakan bahwa bangsa tersebut di atas diistilahkan sebagai Proto-Jawa. Proto Jawa yang dicatat oleh Ptolomeus ini barangkali memang telah berperdaban maju dan berilmu pengetahuan yang tinggi dan bahkan mungkin juga mengembangkannya. Sayangnya, kita tidak punya catatan lengkap tentang hal itu. Namun berita dalam buku Ptolomeus itu tentu cukup menggugah pengertian kita bahwa kita bukan bangsa yang terbelakang. Kita telah maju bahkan mungkin melampaui bangsa-bangsa atau sejajar dengan bangsa-bangsa yang terlah maju saat itu (Cina, Mesir, India, Yunani, dan sebagainya). Jauh sebelum Hindu-Budha masuk ke bumi Jawa, kita telah memiliki peradaban yang dapat dibanggakan. Masuknya berbagai pengaruh asing (luar) barangkali menjadi salah satu hal atau bahkan hal utama atau pokok bagi “penenggelaman” jati diri bangsa Jawa (Indonesia). Sampai hari ini pun kita tidak bisa tidak harus menerima serbuan luar biasa dari simbol-simbol peradaban itu. Hal ini telah kita alami sejak jauh sebelum abad-abad Masehi. Tidak mengherankan jika Dennis Lombard pun menyatakan bahwa bangsa Jawa merupakan tempat persilangan budaya. Jadi, kita, bangsa Jawa (Indonesia) ini ibarat berada di sebuah perempatan yang selalu diserbu berbagai pengaruh yang menyebabkan kita mudah kehilangan orientasi, linglung, gagap, rikuh, tidak berdaya, tergadai, dan tidak mengenali dirinya sendiri.Dikutip pada http://www.tembi.org/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar